abstrak
Egois itu sikap yang sulit dihindari, harus apa,
ketika diri ingin dipahami, sedangkan diri ini tidak memahami orang lain,
jangankan orang lain, bahkan memahami diri saja tak mampu. Siapa yang salah, ga
tau, seakan diri juga tak mau disalahkan. Sadar bahwa diri ini selalu
menyalahkan orang lain, sadar bahwa diri ini merasa sudah melakukan yang
terbaik, sadar bahwa orang lain lah yang tidak bisa menerima diri, bukan diri
yang tidak bisa menerima orang lain, sedang dibalik hati ada yang terumpat,
yang jika dilihat, sebenarnya ingin berkata, ya berkata, berkata jika diri lah
yang sulit menerima sekitar, buka sekitar yang sulit menerima diri, jadi siapa
yang egois, diri ini atau sekitar?
Adakah rumus yang dapat menjawab pertanyaan ini,
ingat aku ingin segala jawaban, walau dengan rumus yang sulit, namun kecuali
untuk satu jawaban, yaitu jawaban yang mengatakan bahwa diriku yang tak dapat
menerima sekitar, karena pada nyatanya aku sudah mencoba, walau terkesan egois,
intinya aku mau jawaban yang lain.
Baik sekitar atau seorang kekasih hati, aku merasa
semua sama, tak dapat memahami diri, latar belakang berbeda, namun sudut
pandang yang sama, sama-sama tak dapat menerima diri, apa saat ini aku pula
yang salah?
Oke, kalau sudah begini, aku yang mungkin harus
cek diri, namun cek kesiapa? Seakan ada yang berbicara”cek perasaan mu”.
“Siapa? Siapa disitu, siapa yang berbicara?” Ucap
ku melirik sekitar. “Cek perasaan?” seakan bertanya pada diri sendiri, “apa yang salah dengan perasaan ini, mungkin ku
harus menemui teman pena ku, ku harap kan ku temukan jawaban menengenai rasa,
yang sepertinya ada ruh yang menyuruh ku untuk mengeceknya, yaaaaa ruh, namun
ruh siapa?? Apakah kini aku sedang bermusuhan dengan perasaan ku sendiri?”
Haruskah ku tulis dengan kata puitis, abstrak,
atau formal? Yang ku tahu, aku hanya ingin menumpahkan perasaan ku, yang ku
harap, aku menemukan jawaban tepat, hingga perasaan ini tak kacau selalu,
hingga perasaan ini kembali kepada arah yang baik, dan hingga perasaan ini, ga
akan menyusahkan kedua mata ini lagi, karena kedua mata ini sudah sangat malas
untuk menangis. Ku ingin bercerita pada kertas ini, kertas ini akan ku panggil
teman, dan perasaan ini akan ku panggil musuh, kenapa musuh? Karena musuh lah
yang udah sukses bikin aku egois, dan musuh sukses bikin hari ku jadi absurd.
Teman, musuh ku udah bikin aku kehilangan arah,
otak ku sudah mengajak ku untuk positif thinking, tapi musuh ku malah menolak
saran otak ku. Teman, ternyata benar dari apa yang pernah aku baca, bahwa
perasaan dapat mampu mempengaruhi semuanya, mulai otak hingga tubuh, perasaan
yang buruk akan sangat membawa pengaruh buruk untuk pribadi seseorang,
sedangkan aku sekarang sedang bermusuhan dengan perasaan aku sendiri, pemikiran
yang positif ga mampu membuat musuh ku ini menjadi positif, lalu aku harus apa
teman?
Sisi lain musuh ku berkata, “jangan selalu terbawa
arus oleh ku, karena kalau kau saja tidak dapat mengendalikan ku, maka kau
tidak akan menjadi dewasa, karena kedewasaan bukan hanya sebatas dari pemikiran
hingga kata-kata, namun dari bagaimana kau merasakan segala sesuatu disaat
permasalahan datang.”
Hey musuh, kau bijak sekali sepertinya menasihati
ku, sedang kau yang buat ku seperti ini. Paduan antara kaca dan kayu dihadapan
ku, membuat angan ku menjadi, andai jendela itu adalah cara untuk dapat
menembus ruang yang baru, bukan senyap, bukan ramai, hanya damai dan tenang, ya
ku harap damai, damai karena bertemu makhluk-makhluk sempurna, ya sempurna,
sempurna karena akan selalu memahami ku. Namun otak serasa tertawa, kau itu
bodoh, idiot, atau apa? Ini dunia nyata, bukan dunia fantasi layaknya kartun
doraemon. Aku ini tidak bodoh, tidak idiot, tidak gila, dan tidak akan pernah
(ku harap).
“Otak, katakanlah pada dia, aku ga ingin dia
seperti ini” musuhku seakan berbisik pada otak ku, aku bingung, apa dia tidak
sadar, bahwa aku dapat mendengarnya. Otak pun seakan berbisik, “ikuti saja
alurnya, nanti dia akan sadar pada waktunya”. Dan kini seakan aku ingin ikut
berkomentar, “hey hey hey kalian, aku butuh kalian, tidak bisa aku sadar dengan
sendirinya.” “Kalau kau butuhkan ku, mari kita berteman, jangan kau selalu
anggap aku musuh”, haha lucu sekali rasanya, perasaan ku mengajak diri ini
berbaikan, kali ini aku berharap, saat ini aku benar-benar berharap bahwa aku
tidak idiot. “Kau tak ingin berbaikkan dengannya?” otak pun jadi ikut konslet
sepertinya, bertanya hal itu kepada ku, dan ku menjawab dengan mengkerutkan
dahi, membuat kedua alis ku seakan menyatu, seketika ragu, bukan ragu karena
ingin berbaikan dengan perasaan ku atau tidak, tapi ragu, apa iya hanya aku
yang bermusuhan dengan perasaan ku sendiri lalu berbaikan dibantu dengan otak
yang sepertinya lelah dengan diri ini, atau memang ada orang lain lagi yang
seperti diri ini, absurd dan konslet. Tapi baiklah, aku juga tak ingin
bermusuhan dengan mu.
Teman, kini ku ingin bercengkrama dengan mu,
seperti biasa, kau selalu bisa membuat ku menjadi lebih baik, aku sudah tak
bermusuhan dengan perasaan ku sendiri, ku harap, otak ku pun sudah sinkron
dengan ku, haha. Teman terima kasih, kau benar-benar selalu ada untuk ku, tanpa
menuntut atau apapun, ku tau, bukan karena kau hanya kertas yang tidak bisa
menuntut siapapun yang ingin menghias mu, namun kau memang ditakdirkan untuk
ku, untuk orang-orang yang abstrak dan ga jelas seperti ku haha, bukan, bukan
karena kau pun abstrak jadi kau hanya untuk orang-orang abstrak seperti ku,
tapi kau itu netral, seperti warna mu, warna putih, yang sangat netral untuk
dihias seperti apapun.
Pada dasarnya perasaan yang ku anggap musuh itu
baik, buktinya ia tidak ingin aku kusut seperti ini. Ya, memang seharusnya
setiap diri harus berbaikan dengan perasaannya sendiri, bukan hanya dengan
perasaan orang lain (yang katanya 2 rasa yang menyatu itu indah), padahal
sejatinya 2 atau 3 atau lebih rasa tidak akan indah, jika dengan rasa
sendiripun bermusuhan.
Pahami aku, karena kini ku sudah mulai memahami
diri, hingga ku akan mencoba memahami kalian hingga kalian paham, kalau diri
ini memang pernah tak berbaikan pada tiap rasa atau rasa pribadi.
Komentar
Posting Komentar